PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Di susun Oleh
Randy Rakhmadiaz
Akuntansi
Manajerial
4111101018
Mata Kuliah Hukum Bisnis Politeknik Negeri Batam TA 2011/2012
KATA PENGANTAR
UNDANG-UNDANG
persaingan usaha pada dasarnya dibentuk sebagai
salah
satu upaya pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan
kesejahteraan masyarakat ini dapat dicapai dengan menciptakan ekonomi pasar yang
efisien, dimana setiap pelaku usaha memiliki kebebasan dalam menentukan jumlah,
jenis dan harga barang dan atau jasa yang diproduksinya sesuai dengan permintaan
pasar.
Di
Indonesia, undang-undang persaingan usaha diatur dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dimana Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
diamanatkan sebagai lembaga independen
yang berfungsi mengawasi pelaksanaan undang-undang tersebut.
Dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, KPPU
sebagai lembaga publik, memiliki
tanggung jawab untuk menegakkan hukum persaingan usaha, serta memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah, selain itu, KPPU juga berkewajiban untuk
memberikan informasi mengenai isu-isu persaingan usaha kepada stakeholders,
termasuk didalamnya sosialisasi tentang putusan-putusan yang
telah dikeluarkan
KPPU. Hal inilah yang melatarbelakangi KPPU untuk menerbitkan Buku Katalog Putusan
KPPU periode Tahun 2000 – Agustus 2008. Sampai dengan periode
tersebut, KPPU telah mengeluarkan 88 putusan perkara yang berkaitan dengan
pelanggaran terhadap Undang-undang No. 5 Tahun 1999 dengan variasi kasus di tiap
industri yang beragam, diantaranya: industri telekomunikasi,
pupuk, semen, migas,
kelistrikan, transportasi, jaminan sosial, perbankan, dan jasa konstruksi
Dalam
buku ini juga diuraikan secara ringkas seluruh putusan KPPU dalam periode tersebut. Buku
diharapkan ini dapat memberikan informasi dan gambaran yang memadai bagi pihak
yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pelaksanaan
Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. Selain itu, buku ini juga dapat digunakan sebagai referensi yang
berguna, baik bagi internal KPPU maupun publik untuk dapat meningkatkan pemahaman
tentang nilai-nilai persaingan usaha yang sehat, kedepan.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Persaingan
harus dipandang sebagai hal yang positif dan sangat esensial dalam dunia
usaha.Dengan persaingan, para pelaku usaha akan berlomba-lomba untuk terus
menerus memperbaiki produk dan melakukan inovasi atas produk yang dihasilkan
untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggan. Dari sisi konsumen, mereka akan
mempunyai pilihan dalam membeli produk dengan harga murah dan kualitas terbaik.
Seiring
dengan berjalannya usaha para pelaku usaha mungkin lupa bagaimana bersaing
dengan sehat sehingga muncullah persaingan-persaingan yang tidak sehat dan pada
akhirnya timbul praktek monopoli.
Bahwa
berdasarkan Pasal 1 angka (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dimaksud
dengan praktek monopoli adalah “pemusatan
kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum”
Dengan
adanya pratek monopoli pada suatu bidang tertentu, berarti terbuka kesempatan
untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan kantong
sendiri. Disini monopoli diartikan sebagai kekuasaan menentukan harga, kualitas
dan kuantitas produk yang ditawarkan kepada masyarakat. Masyarakat tidak pernah
diberi kesempatan untuk menentukan pilihan, baik mengenai harga, mutu maupun
jumlah. Kalau mau silakan dan kalau tidak mau tidak ada pilihan lain. Itulah
citra kurang baik yang ditimbulkan oleh keserakahan pihak tertentu yang
memonopoli suatu bidang
Dengan demikian,
praktik monopoli akan menguasai pangsa pasar secara mutlak sehingga pihak-pihak
lain tidak memiliki kesempatan lagi untuk berperan serta.Apalagi kalau produk
yang dimonopoli
itu
merupakan kebutuhan primer, dapat dipastikan mereka akan mengeruk keuntungan
yang sebesar-besarnya.Dalam kondisi yang demikian, masyarakat tidak mempunyai
alternatif lain kecuali membeli produk yang dimonopoli tersebut dan akan
terjadi pula inefisiensi dalam menghasilkan produk.
Berangkat dari
penjelasan di atas, tulisan ini bertujuan untuk memberikan contoh kongkret
persaingan tidak sehat sehingga munculnya praktek monopoli dalam kasusnya nanti
penulis mencoba untuk mengangkat kasus tentang Tender Pengadaan Alat
Pembasmi/Penyemprot Nyamuk.
BAB II
PERMASALAHAN
Dalam
penanganan perkara, diketahui bahwa tender menawarkan mesin fogging
pengadaan
alat pembasmi/penyemprot
nyamuk
(mesin fogging) sebanyak 2000
unit
tersebut dimenangkan oleh Terlapor
I dengan
nilai penawaran sebesar Rp
29.700.000.000,00
(Dua Puluh Sembilan
Milyar Tujuh
Ratus Juta Rupiah).
Diketahui
juga bahwa Terlapor I, Terlapor
II,
Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor
V menjadi
peserta tender dengan
menawarkan
mesin fogging yang sama
(BlancFog),
milik Terlapor VI, dengan
difasilitasi
oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat,
Jeffry
Bunyamin, dan Sugiarto Santoso.
Untuk itu
Majelis Komisi perlu untuk menilai
perilaku para pelaku usaha (Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV,
Terlapor V, dan
Terlapor VI) dalam persekongkolan yg difasilitasi oleh pihak lain tersebut
Berdasarkan rangkaian
pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa, Majelis
Komisi menilai bahwa:
A.
Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III,
Terlapor IV dan Terlapor V adalah perusahaan yang dipinjam oleh M.
Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso dan secara
bersama-sama menawarkan mesin fogging merek Blancfog milik Terlapor VI
dalam mengikuti tender pengadaan alat pembasmi/penyemprot nyamuk (mesin Fogging)
di Biro Administrasi Wilayah Propinsi DKI Jakarta dengan imbalan berupa
sejumlah uang (fee bendera).
B.
Dokumen
penawaran Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV dan Terlapor V dibuat oleh M.
Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso sehingga harga
penawaran dapat diatur untuk diajukan oleh masing-masing Terlapor dan pada
akhirnya mengatur salah satu diantara 5 (lima) perusahaan Terlapor tersebut
menjadi pemenang.
C.
Walaupun dalam pembelaan dari Terlapor II,
Terlapor III, Terlapor IV serta Terlapor V yang pada intinya
menyatakan bahwa para terlapor tidak terlibat secara langsung maupun tidak
langsung serta tidak mengetahui perusahaannya dipinjam dalam proses tender,
namun alasan tersebut tidak dapat dijadikan dasar hokum oleh para terlapor
untuk lepas dari tanggung jawab keterlibatan perusahaan dalam persekongkolan
dalam tender.
D.
Peminjaman
perusahaan para terlapor oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso
adalah suatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan karena dapat mengurangi
persaingan serta dapat menimbulkan kerugian bagi para pelaku usaha lain yang
mengikuti proses tender sesuai dengan prosedur.
E.
Persekongkolan
antara Terlapor VI dengan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV dan
Terlapor V yang difasilitasi oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto
Santoso melalui kesamaan merek yang ditawarkan (merek Blancfog) dan bahkan
Terlapor VI telah memesan mesin fogging jauh sebelum penentuan pemenang
tender.
F.
Berdasarkan
keterangan dari Terlapor VI sebagai agen tunggal merek Blancfog yang menyatakan alat
penyemprot/mesin fogging bukanlah merupakan alat yang memiliki
teknologi yang kompleks dan rumit, sehingga Majelis Komisi berpendapat Terlapor
VII terlalu memaksakan penggunaan metode Merit Point System dalam proses tender
G.
Majelis Komisi menemukan fakta Terlapor VIII
mencantumkan mesin fogging merek
Blancfog lengkap dengan spesifikasinya dalam permintaan patokan harga satuan kepada Biro
Perlengkapan Propinsi DKI Jakarta berdasarkan Surat Edaran Sekretaris Daerah Propinsi
DKI Jakarta No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret 2004 perihal Permohonan Usulan
Patokan Harga Satuan
H.
Surat
Edaran Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret 2004 perihal
Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan tersebut berpotensi mengurangi persaingan
secara substansial
Sebelum
memutus perkara ini, Majelis Komisi pengawas
persaingan usaha (KPPU) mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut:
1.
Karena mesin fogging merek BlancFog tersebut
sudah didistribusikan ke seluruh kelurahan di wilayah Propinsi DKI
Jakarta, maka Majelis Komisi tidak membatalkan tender pengadaan alat
pembasmi/penyemprot nyamuk (mesin fogging) tersebut.
2.
Bahwa Surat Edaran Sekretaris Daerah Propinsi
DKI Jakarta No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret 2004 perihal Permohonan
Usulan Patokan Harga Satuan tidak sesuai dengan Keputusan Gubernur
Propinsi DKI Jakarta No. 108 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah Propinsi DKI Jakarta, dan berpotensi menghambat
persaingan karena pengguna barang/jasa harus sudah mencantumkan merek
barang termasuk spesifikasinya secara lengkap ketika akan meminta patokan harga
satuan kepada Biro Perlengkapan Propinsi DKI Jakarta.
Sesuai tugas Komisi
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35
huruf e UU No. 5
Tahun 1999,
maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepada Komisi hal-hal sebagai
berikut :
1.
Merekomendasikan
kepada Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta untuk mencabut Surat Edaran
No. No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret 2004 perihal Permohonan Usulan
Patokan Harga Satuan.
2.
Memberikan
rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia untuk meneliti laporan pajak
dari Terlapor I dan Terlapor VI yang berkaitan dengan tender pengadaan mesin
fogging di Biro Administrasi Wilayah Propinsi DKI Jakarta tahun 2006.
BAB
III
PEMBAHASAN
Berdasarkan alat bukti
yang telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) Membacakan Putusan pada tanggal 20 september 2007 sebagai berikut :
1.
Menyatakan
Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI terbukti melanggar
ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
2.
Menyatakan
Terlapor VII, dan Terlapor VIII tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999
3.
Menghukum
Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V untuk tidak mengikuti tender
pengadaan di lingkungan Pemerintah Daerah di Propinsi DKI Jakarta selama 2
tahun sejak putusan ini
mempunyai kekuatan hukum tetap
4.
Menghukum
Terlapor VI untuk tidak memasok barang/jasa di lingkungan Pemerintah Daerah di Propinsi DKI Jakarta
selama 2 tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap
5.
Menghukum
M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso untuk tidak terlibat
baik langsung maupun tidak langsung dalam tender pengadaan di
lingkungan Pemerintah Daerah di Propinsi DKI Jakarta selama 2 tahun sejak putusan
ini mempunyai kekuatan hukum tetap
6.
Menghukum
Terlapor I membayar ganti rugi sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang
harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di
bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I) yang beralamat di Jl.
Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan
423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha)
7.
Menghukum Terlapor II membayar ganti rugi
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) yang harus disetorkan
ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di
bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I) yang beralamat di Jl.
Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan
423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di
Bidang Persaingan
Usaha)
8.
Menghukum Terlapor IV membayar ganti rugi
sebesar Rp15.000.000,00 \(lima
belas juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda
pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat
Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta
I) yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang
Persaingan Usaha)
9.
Menghukum
Terlapor V membayar ganti rugi sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) yang
harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di
bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN
Jakarta I) yang
beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan
423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha)
10.
Menghukum Terlapor VI membayar ganti rugi
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang harus
disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di
bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I) yang beralamat di Jl.
Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan
423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).
BAB
IV
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Tender Pengadaan Alat
Pembasmi/Penyemprot Nyamuk melakukan
kerja sama dalam pengadaan alat pembasmi/penyemprot nyamuk (mesin fogging) di Biro Administrasi Wilayah jakarta dan menjual dengan
harga yang tidak wajar dan menghasilkan kesimpulan yaitu tidak memenuhi syarat dan belum tercantum di dalam Buku Patokan Harga Satuan
Barang/Jasa Propinsi DKI Jakarta dan bahkan masih terlibat masalah hutang piutang . dan telah
di katakan bahwa mesin fogging adalah barang yang umum, bukan merupakan
peralatan yang mempunyai spesifikasi khusus
sehingga spesifikasinya tidak banyak berbeda antara merek satu dengan yang lain dan dari
awal tindakan Terlapor VIII yang hanya mengajukan usulan patokan harga satuan
mesin fogging merek Blancfog adalah karena Blancfog sejak awal sudah ditetapkan sebagai produk yang
akan dimenangkan dalam tender ini
Persekongkolan
horizontal antara Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan
Terlapor V yang difasilitasi oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jefrry
Bunyamin, dan Sugiarto Santoso untuk memenangkan
PT Bhakti Wira Husada dalam tender pengadaan Alat Penyemprot/Pembasmi Nyamuk
(mesin Fogging) pada Biro Administrasi Wilayah Setda Propinsi DKI Jakarta
Demikian
putusan yang telah di tulis di atas ini ditetapkan dalam Rapat Musyawarah
Majelis Komisi pada hari Selasa tanggal
18 September 2007 dan dibacakan di muka persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 20
September 2007 oleh kami, anggota Majelis
Komisi, Benny Pasaribu, Ph.D. sebagai Ketua Majelis Komisi, Ir. Tadjuddin Noer Said, dan Yoyo Arifardhani, S.H., MM., LL.M.,
masing-masing sebagai Anggota Majelis Komisi,
dibantu oleh Endah Widwianingsih, S.H., dan Dewitya Iriani, S.H. masing-masing sebagai Panitera.