Wednesday, October 26, 2011

MAKALAH PERSAINGAN TIDAK SEHAT



PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Di susun Oleh

Randy Rakhmadiaz

Akuntansi Manajerial
4111101018

Mata Kuliah Hukum Bisnis Politeknik Negeri Batam TA 2011/2012


KATA PENGANTAR

UNDANG-UNDANG persaingan usaha pada dasarnya dibentuk sebagai salah
satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat ini dapat dicapai dengan menciptakan ekonomi pasar yang efisien, dimana setiap pelaku usaha memiliki kebebasan dalam menentukan jumlah, jenis dan harga barang dan atau jasa yang diproduksinya sesuai dengan permintaan pasar.

Di Indonesia, undang-undang persaingan usaha diatur dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dimana Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diamanatkan sebagai lembaga independen yang berfungsi mengawasi pelaksanaan undang-undang tersebut.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, KPPU sebagai lembaga publik, memiliki tanggung jawab untuk menegakkan hukum persaingan usaha, serta memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, selain itu, KPPU juga berkewajiban untuk memberikan informasi mengenai isu-isu persaingan usaha kepada stakeholders, termasuk didalamnya sosialisasi tentang putusan-putusan yang
telah dikeluarkan KPPU. Hal inilah yang melatarbelakangi KPPU untuk menerbitkan Buku Katalog Putusan KPPU periode Tahun 2000 – Agustus 2008. Sampai dengan periode tersebut, KPPU telah mengeluarkan 88 putusan perkara yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap Undang-undang No. 5 Tahun 1999 dengan variasi kasus di tiap industri yang beragam, diantaranya: industri telekomunikasi,
pupuk, semen, migas, kelistrikan, transportasi, jaminan sosial, perbankan, dan jasa konstruksi

Dalam buku ini juga diuraikan secara ringkas seluruh putusan KPPU dalam periode tersebut. Buku diharapkan ini dapat memberikan informasi dan gambaran yang memadai bagi pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pelaksanaan Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Selain itu, buku ini juga dapat digunakan sebagai referensi yang berguna, baik bagi internal KPPU maupun publik untuk dapat meningkatkan pemahaman tentang nilai-nilai persaingan usaha yang sehat, kedepan.


BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Persaingan harus dipandang sebagai hal yang positif dan sangat esensial dalam dunia usaha.Dengan persaingan, para pelaku usaha akan berlomba-lomba untuk terus menerus memperbaiki produk dan melakukan inovasi atas produk yang dihasilkan untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggan. Dari sisi konsumen, mereka akan mempunyai pilihan dalam membeli produk dengan harga murah dan kualitas terbaik.
Seiring dengan berjalannya usaha para pelaku usaha mungkin lupa bagaimana bersaing dengan sehat sehingga muncullah persaingan-persaingan yang tidak sehat dan pada akhirnya timbul praktek monopoli.
Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dimaksud dengan praktek monopoli adalah “pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang  mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang  dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak  sehat dan dapat merugikan kepentingan umum”
Dengan adanya pratek monopoli pada suatu bidang tertentu, berarti terbuka kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan kantong sendiri. Disini monopoli diartikan sebagai kekuasaan menentukan harga, kualitas dan kuantitas produk yang ditawarkan kepada masyarakat. Masyarakat tidak pernah diberi kesempatan untuk menentukan pilihan, baik mengenai harga, mutu maupun jumlah. Kalau mau silakan dan kalau tidak mau tidak ada pilihan lain. Itulah citra kurang baik yang ditimbulkan oleh keserakahan pihak tertentu yang memonopoli suatu bidang
Dengan demikian, praktik monopoli akan menguasai pangsa pasar secara mutlak sehingga pihak-pihak lain tidak memiliki kesempatan lagi untuk berperan serta.Apalagi kalau produk yang dimonopoli
itu merupakan kebutuhan primer, dapat dipastikan mereka akan mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.Dalam kondisi yang demikian, masyarakat tidak mempunyai alternatif lain kecuali membeli produk yang dimonopoli tersebut dan akan terjadi pula inefisiensi dalam menghasilkan produk.
Berangkat dari penjelasan di atas, tulisan ini bertujuan untuk memberikan contoh kongkret persaingan tidak sehat sehingga munculnya praktek monopoli dalam kasusnya nanti penulis mencoba untuk mengangkat kasus tentang Tender Pengadaan Alat Pembasmi/Penyemprot Nyamuk.
BAB II

PERMASALAHAN




Dalam penanganan perkara, diketahui bahwa tender menawarkan mesin fogging
pengadaan alat pembasmi/penyemprot
nyamuk (mesin fogging) sebanyak 2000
unit tersebut dimenangkan oleh Terlapor
I dengan nilai penawaran sebesar Rp
29.700.000.000,00 (Dua Puluh Sembilan
Milyar Tujuh Ratus Juta Rupiah).

Diketahui juga bahwa Terlapor I, Terlapor
II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor
V menjadi peserta tender dengan
menawarkan mesin fogging yang sama
(BlancFog), milik Terlapor VI, dengan
difasilitasi oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat,
Jeffry Bunyamin, dan Sugiarto Santoso.
Untuk itu Majelis Komisi perlu untuk menilai perilaku para pelaku usaha (Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV,
Terlapor V, dan Terlapor VI) dalam persekongkolan yg difasilitasi oleh pihak lain tersebut



Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa, Majelis
Komisi menilai bahwa:
A.      Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV dan Terlapor V adalah perusahaan yang dipinjam oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso dan secara bersama-sama menawarkan mesin fogging merek Blancfog milik Terlapor VI dalam mengikuti tender pengadaan alat pembasmi/penyemprot nyamuk (mesin Fogging) di Biro Administrasi Wilayah Propinsi DKI Jakarta dengan imbalan berupa sejumlah uang (fee bendera).

B.     Dokumen penawaran Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV dan Terlapor V dibuat oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso sehingga harga penawaran dapat diatur untuk diajukan oleh masing-masing Terlapor dan pada akhirnya mengatur salah satu diantara 5 (lima) perusahaan Terlapor tersebut menjadi pemenang.

C.      Walaupun dalam pembelaan dari Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV serta Terlapor V yang pada intinya menyatakan bahwa para terlapor tidak terlibat secara langsung maupun tidak langsung serta tidak mengetahui perusahaannya dipinjam dalam proses tender, namun alasan tersebut tidak dapat dijadikan dasar hokum oleh para terlapor untuk lepas dari tanggung jawab keterlibatan perusahaan dalam persekongkolan dalam tender.

D.     Peminjaman perusahaan para terlapor oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso adalah suatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan karena dapat mengurangi persaingan serta dapat menimbulkan kerugian bagi para pelaku usaha lain yang mengikuti proses tender sesuai dengan prosedur.

E.      Persekongkolan antara Terlapor VI dengan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV dan Terlapor V yang difasilitasi oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso melalui kesamaan merek yang ditawarkan (merek Blancfog) dan bahkan Terlapor VI telah memesan mesin fogging jauh sebelum penentuan pemenang tender.

F.      Berdasarkan keterangan dari Terlapor VI sebagai agen tunggal merek Blancfog yang menyatakan alat penyemprot/mesin fogging bukanlah merupakan alat yang memiliki teknologi yang kompleks dan rumit, sehingga Majelis Komisi berpendapat Terlapor VII terlalu memaksakan penggunaan metode Merit Point System dalam proses tender

G.      Majelis Komisi menemukan fakta Terlapor VIII mencantumkan mesin fogging merek Blancfog lengkap dengan spesifikasinya dalam permintaan patokan harga satuan kepada Biro Perlengkapan Propinsi DKI Jakarta berdasarkan Surat Edaran Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret 2004 perihal Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan



H.     Surat Edaran Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret 2004 perihal Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan tersebut berpotensi mengurangi persaingan secara substansial 

Sebelum memutus perkara ini, Majelis Komisi pengawas persaingan usaha (KPPU) mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1.       Karena mesin fogging merek BlancFog tersebut sudah didistribusikan ke seluruh kelurahan di wilayah Propinsi DKI Jakarta, maka Majelis Komisi tidak membatalkan tender pengadaan alat pembasmi/penyemprot nyamuk (mesin fogging) tersebut.

2.       Bahwa Surat Edaran Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret 2004 perihal Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan tidak sesuai dengan Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 108 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Propinsi DKI Jakarta, dan berpotensi menghambat persaingan karena pengguna barang/jasa harus sudah mencantumkan merek barang termasuk spesifikasinya secara lengkap ketika akan meminta patokan harga satuan kepada Biro Perlengkapan Propinsi DKI Jakarta.

Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e UU No. 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepada Komisi hal-hal sebagai berikut :        

1.      Merekomendasikan kepada Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta untuk mencabut Surat Edaran No. No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret 2004 perihal Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan.

2.      Memberikan rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia untuk meneliti laporan pajak dari Terlapor I dan Terlapor VI yang berkaitan dengan tender pengadaan mesin fogging di Biro Administrasi Wilayah Propinsi DKI Jakarta tahun 2006.




BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan alat bukti yang telah diuraikan di atas,  maka Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Membacakan Putusan pada tanggal 20 september 2007 sebagai berikut :

1.      Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

2.      Menyatakan Terlapor VII, dan Terlapor VIII tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

3.      Menghukum Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V untuk tidak mengikuti tender pengadaan di lingkungan Pemerintah Daerah di Propinsi DKI Jakarta selama 2 tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap

4.      Menghukum Terlapor VI untuk tidak memasok barang/jasa di lingkungan Pemerintah Daerah di Propinsi DKI Jakarta selama 2 tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap

5.      Menghukum M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso untuk tidak terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam tender pengadaan di lingkungan Pemerintah Daerah di Propinsi DKI Jakarta selama 2 tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap


6.      Menghukum Terlapor I membayar ganti rugi sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I) yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha)


7.       Menghukum Terlapor II membayar ganti rugi sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I) yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha)

8.       Menghukum Terlapor IV membayar ganti rugi sebesar Rp15.000.000,00 \(lima belas juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I) yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha)

9.      Menghukum Terlapor V membayar ganti rugi sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I) yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha)

10.   Menghukum Terlapor VI membayar ganti rugi sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I) yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).




BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Tender Pengadaan Alat Pembasmi/Penyemprot Nyamuk melakukan kerja sama dalam pengadaan alat pembasmi/penyemprot nyamuk (mesin fogging) di Biro Administrasi Wilayah jakarta dan menjual dengan harga yang tidak wajar dan menghasilkan kesimpulan yaitu tidak memenuhi syarat dan  belum tercantum di dalam Buku Patokan Harga Satuan Barang/Jasa Propinsi DKI Jakarta dan bahkan masih terlibat masalah hutang piutang . dan telah di katakan bahwa mesin fogging adalah barang yang umum, bukan merupakan peralatan yang mempunyai spesifikasi  khusus sehingga spesifikasinya tidak banyak berbeda  antara merek satu dengan yang lain dan dari awal tindakan Terlapor VIII  yang  hanya mengajukan usulan patokan harga satuan mesin fogging merek Blancfog adalah karena Blancfog sejak    awal sudah ditetapkan sebagai produk yang akan dimenangkan dalam tender ini
Persekongkolan horizontal antara Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V yang difasilitasi oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jefrry Bunyamin,  dan Sugiarto Santoso untuk memenangkan PT Bhakti Wira Husada dalam tender pengadaan Alat Penyemprot/Pembasmi Nyamuk (mesin Fogging) pada Biro Administrasi Wilayah Setda Propinsi DKI Jakarta
Demikian putusan yang telah di tulis di atas ini ditetapkan dalam Rapat Musyawarah Majelis Komisi pada hari  Selasa tanggal 18 September 2007 dan dibacakan di muka persidangan yang dinyatakan  terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 20 September 2007 oleh kami, anggota  Majelis Komisi, Benny Pasaribu, Ph.D. sebagai Ketua Majelis Komisi, Ir. Tadjuddin Noer  Said, dan Yoyo Arifardhani, S.H., MM., LL.M., masing-masing sebagai Anggota Majelis  Komisi, dibantu oleh Endah Widwianingsih, S.H., dan Dewitya Iriani, S.H. masing-masing  sebagai Panitera.





0 komentar:

..